Post by Jimmy Shawn on Jun 19, 2010 4:24:31 GMT -8
Seorang anak laki-laki berambut cokelat tua berjalan cepat. Tidak peduli engan sekitarnya. Dengan kaus putih di balik kemeja kotak-kotak birunya, orang-orang di London tidak akan bisa membedakannya dengan remaja muggle lain di sana. Matanya mengerling cepat kondisi di sekelilingnya, mencatat dalam ingatannya detail-detail bagian London yang belum pernah di datanginya itu dengan seksama. Alisnya terkadang mengernyit, seperti melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan seleranya, sebelum kembali menunjukan ekspresi pasifnya yang biasa.
Jimmy menghentikan langkahnya mendadak, menatap dinding yang menghubungkan Diagon Alley yang dipijaknya dengan bar penghubung antara dunia sihir dan muggle yang terkenal.
"Ini dia," ujarnya singkat, melangkah memasuki bar itu.
Jimmy memasuki bar itu dengan hati-hati. Matanya dengan sigap mengerling ke sekekiling ruangan. Menatap hati-hati seorang wanita tua yang membawa bawaan mencurigakan yang bergerak-gerak di dekat kakinya. Tertegun melihat beberapa goblin bergerombol di sudut ruangan, dengan tumpukan kantung di atas meja mereka, berbisik-bisik dengan emosi yang jelas di wajah mereka. Tidak dilewatkannya juga beberapa penyihir wanita muda yang sedang cekikikan, menunjuk foto di halaman depan Witch Weekly dengan bersemangat. Mereka melambai ke arah Comgain muda itu, yang ia tanggapi dengan sebuah senyum kecil dan anggukan.
Matanya kembali mengerling sekitarnya dan berhenti di sebuah meja. Hanya ada beberapa anak perempuan di sana. Ia sejenak tampak enggan, katakanlah harga diri sebagai seorang laki-laki. Tapi dibandingkan dengan wanita-wanita cekikikan, atau goblin yang tampak tidak ramah, ia lebih memilih duduk di sana. Sempat terpikir olehnya untuk keluar dari tempat itu. Tapi lirikan dari pemilik bar membuatnya mengurungkan niat. Ia sudah cukup lama berdiri di sana tanpa berbuat apa-apa.
Comgain muda itu mendekati meja tempat beberapa gadis itu berbincang. Ia mengangguk kecil dan tersenyum sopan. Seorang gentleman harus menjaga manner-nya kata pengajar tata kramanya dulu. Bahasa tubuhnya menunjukan bahwa ia agak segan. Mungkin memikirkan apa kata orang jika melihatnya duduk sebagai satu-satunya pria di antara kaum eva.
"Hmmmm ......" Jimmy berdesis dan menuju ke salah satu meja dan duduk di sana.
Jimmy menghentikan langkahnya mendadak, menatap dinding yang menghubungkan Diagon Alley yang dipijaknya dengan bar penghubung antara dunia sihir dan muggle yang terkenal.
"Ini dia," ujarnya singkat, melangkah memasuki bar itu.
Jimmy memasuki bar itu dengan hati-hati. Matanya dengan sigap mengerling ke sekekiling ruangan. Menatap hati-hati seorang wanita tua yang membawa bawaan mencurigakan yang bergerak-gerak di dekat kakinya. Tertegun melihat beberapa goblin bergerombol di sudut ruangan, dengan tumpukan kantung di atas meja mereka, berbisik-bisik dengan emosi yang jelas di wajah mereka. Tidak dilewatkannya juga beberapa penyihir wanita muda yang sedang cekikikan, menunjuk foto di halaman depan Witch Weekly dengan bersemangat. Mereka melambai ke arah Comgain muda itu, yang ia tanggapi dengan sebuah senyum kecil dan anggukan.
Matanya kembali mengerling sekitarnya dan berhenti di sebuah meja. Hanya ada beberapa anak perempuan di sana. Ia sejenak tampak enggan, katakanlah harga diri sebagai seorang laki-laki. Tapi dibandingkan dengan wanita-wanita cekikikan, atau goblin yang tampak tidak ramah, ia lebih memilih duduk di sana. Sempat terpikir olehnya untuk keluar dari tempat itu. Tapi lirikan dari pemilik bar membuatnya mengurungkan niat. Ia sudah cukup lama berdiri di sana tanpa berbuat apa-apa.
Comgain muda itu mendekati meja tempat beberapa gadis itu berbincang. Ia mengangguk kecil dan tersenyum sopan. Seorang gentleman harus menjaga manner-nya kata pengajar tata kramanya dulu. Bahasa tubuhnya menunjukan bahwa ia agak segan. Mungkin memikirkan apa kata orang jika melihatnya duduk sebagai satu-satunya pria di antara kaum eva.
"Hmmmm ......" Jimmy berdesis dan menuju ke salah satu meja dan duduk di sana.